ASSESMEN PEMBELAJARAN
MATAKULIAH:
ASASMEN DAN EVALUASI PENDIDIKAN
Oleh:
I GEDE
ARNAWA RIANA 1211021036
/ IV.B
KETUT EVI
SRIWINDAYANI 1211021058 /
IV.B
NI PUTU AYU
SURYANINGSIH 1211021061 / IV.B
JURUSAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN
GANESHA
SINGARAJA
2014
A. PENDAHULUAN
Kompetensi mengajar adalah kemampuan
dasar yang harus dimiliki oleh semua tenaga pengajar. Berbagai konsep
dikemukakan untuk mengungkap apa dan bagaimana kemampuan yang harus dikuasai
oleh tenaga pengajar di berbaga tingkatan sekolah. Misalnya, Gagne (1974)
mengemukakan bahwa dalam kegiatan belajar mengajar, terdapat tiga kemampuan
pokok yang dituntut dari seorang guru yakni: kemampuan dalam merencanakan
materi dan kegiatan belajar mengajar, kemampuan melaksanakan dan mengelola
kegiatan belajar mengajar, serta menilai hasil belajar siswa.
Proses pembelajaran di kelas diawali
dengan merancang kegiatan pembelajaran. Salah satu aspek yang harus ada dalam
perencanaan tersebut adalah tujuan pengajaran sebagai target yang diharapkan
dari proses belajar mengajar dan cara bagaimana tujuan dan proses belajar
mengajar tersebut dapat dicapai dengan efektif. Kemudian berdasarkan rencana
dan tujuan yang telah ditetapkan dilaksanakan kegiatan pembelajaran. Dalam
pelaksanaan pembelajaran selalu muncul pertanyaan, apakah kegiatan pengajaran
telah sesuai dengan tujuan, apakah siswa telah dapat menguasai materi yang
disampaikan, dan apakah proses pembelajaran telah mampu membelajarkan siswa
secara efektif dan efisien. Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu dilakukan
asesmen pembelajaran.
Asesmen pembelajaran merupakan bagian
integral dari keseluruhan proses pembelajaran, sehingga kegiatan asesmen harus
dilakukan pengajar sepanjang rentang waktu berlangsungnya proses pembelajaran.
Itulah sebabnya, kemampuan untuk melakukan asesmen merupakan kemampuan yang
dipersyaratkan bagi setiap tenaga pengajar. Hal ini terbukti bahwa dalam semua
referensi yang berkaitan dengan tugas pembelajaran, selalu ditekankan
pentingnya kemampuan melakukan asesmen bagi guru dan kemampuan ini selalu
menjadi salah satu indikator kualitas kompetensi guru. Untuk menghindari
kesalahan
persepsi dan agar guru dapat mempersipakan dan melakukan asesmen dengan benar
perlu dijelaskan tentang apa sebenarnya pengertian dari asesmen pembelajaran dan
bagaimana kesalahan pengertian tersebut biasa terjadi di sekolah.
B. ASSESMEN
PEMBELAJARAN
1.
Pengertian
Assesmen Pembelajaran
Istilah
assesmen adalah penilaian proses,
kemajuan dan hasil belajar siswa. Menurut Komano (2001) assesmen diartikan
sebagai “The process of collecting data
which show the development of learning”. Dengan demikian assesmen merupakan
istilah tepat untuk proses penilaian belajar siswa. Secara umum, asesmen dapat
diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang
dapat digunakan untuk dasar pengambilan keputusan tentang siswa baik yang
menyangkut kurikulum, program pembelajaran, iklim sekolah maupun
kebijakan-kebijakan sekolah. Keputusan tentang siswa ini termasuk bagaimana
guru mengelola pembelajaran di kelas, bagaimana guru menempatkan siswa pada
program- program pembelajaran yang berbeda, tingkatan tugas-tugas untuk siswa
yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing, bimbingan dan
penyuluhan, dan saran untuk studi lanjut. Keputusan tentang kurikulum dan
program sekolah termasuk pengambilan keputusan tentang efektifitas program dan
langkah-langkah untuk meningkatkan kemampuan siswa dengan pengajaran remidi (remidial
teaching). Keputusan untuk kebijakan pendidikan meliputi; kebijakan di
tingkat sekolah, kabupaten maupun nasional. Pembahasan tentang kompetensi untuk
melakukan asesmen tentang siswa akan meliputi bagaimana guru mengkoleksi semua
informasi untuk membantu siswa dalam mencapai target pembelajaran dengan
berbagai teknik asesmen, baik teknik yang bersifat formal maupun nonformal,
seperti teknik paper and pencil test, unjuk kerja siswa dalam
menyelesaikan pekerjaan rumah, tugas-tugas di laboratorium maupun keaktifan diskusi
selama proses pembelajaran. Semua informasi tersebut dianalisis untuk
kepentingan laporan kemajuan siswa.
2.
Pengukuran
Secara sederhana
pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau upnya yang dilakukan untuk
memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga
hasil pengukuran akan selalu berupa angka. Alat untuk melakukan pengukuran ini
dapat berupa alat ukur standar seperti meter, kilogram, liter dan sebagainya,
termasuk ukuran-ukuran subyektif yang bersifat relatif. Dalam proses
pembelajaran guru juga melakukan pengukuran terhadap proses dan hasil belajar
yang hasilnya berupa angka-angka yang mencerminkan capaian dan proses dan hasil
belajar tersebut. Hasil pengukuran proses dan hasil pembelajaran tersebut
bersifat kuantitatif dan belum dapat memberikan makna apa-apa, karena belum
menyatakan tingkat kualitas dari apa yang diukur. Angka hasil pengukuran ini
biasa disebut dengan skor mentah. Angka hasil pengukuran baru mempunyai makna
bila dibandingkan dengan kriteria atau patokan tertentu.
3.
Evaluasi
Evaluasi adalah proses pemberian makna
atau penetapan kualitas hasil pengukuran dengan cara membandingkan angka hasil
pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari
proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses
pengukuran atau dapat pula ditetapkan sesudah pelaksanaan pengukuran. Kriteria
ini dapat berupa proses/kemampuan minimal yang dipersyaratkan, atau batas
keberhasilan, dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok dan
berbagai patokan yang lain.
4.
Tes
Tes adalah
seperangkat tugas yang harus dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus
dijawab oleh peserta didik untuk mengukur tingkat pemahaman dan penguasaannya
terhadap cakupan materi yang dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran
tertentu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tes merupakan alat
ukur yang sering digunakan dalam asesmen pembelajaran disamping alat ukur yang
lain. Dalam melaksanakan proses asesmen pembelajaran, guru selalu berhadapan
dengan konsep-konsep evaluasi, pengukuran, dan tes yang dalam penerapannya
sering dilakukan secara simultan. Sebab itu, dalam praktik ketiganya sering
tidak dirasakan pemisahannya, karena melakukan asesmen berarti telah pula
melakukan ketiganya. Waktu melaksanakan asesmen guru pasti telah menciptakan
alat ukur berupa tes maupun nontes seperti soal-soal ujian, observasi proses
pembelajaran dan sebagainya. Melakukan pengukuran, yaitu mengukur atau memberi
angka terhadap proses pembelajaran ataupun pekerjaan siswa sebagai hasil
belajar yang merupakan cerminan tingkat penguasaan terhadap materi yang
dipersyaratkan, kemudian membandingkan angka tersebut dengan kriteria tertentu
yang berupa batas penguasaan minimum ataupun berupa kemampuan umum kelompok,
sehingga munculah nilai yang mencerminkan kualitas proses dan hasil
pembelajaran. Akhirnya diambillah keputusan oleh guru tentang kualitas proses
dan hasil belajar.
Dengan uraian di atas, nampak jelas
hubungan antara ketiga pengertian tersebut dalam kegiatan asesmen pembelajaran,
meskipun sering dilakukan oleh guru secara simultan. Melakukan asesmen selalu
diawali dengan menyusun tes atau nontes sebagai alat ukur, hasil pengukuran
berupa angka bersifat kuantitatif belum bermakna bila tidak dilanjutkan dengan
proses penilaian dengan membandingkan hasil pengukuran dengan kriteria tertentu
sebagai landasan pengambilan keputusan dalam pembelajaran. Sebaliknya,
penilaian (penentuan kualitas) tidak dapat dilakukan tanpa didahului dengan
proses pengukuran.
Jadi, dapat diartikan bahwa asesmen
pembelajaran adalah proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang
dapat digunakan untuk landasan pengambilan keputusan tentang siswa baik yang
menyangkut kurikulumnya, program pembelajarannya, iklim sekolah maupun
kebijakan-kebijakan sekolah. Keputusan tentang siswa ini termasuk bagaimana
guru mengelola pembelajaran di kelas, bagaimana guru menempatkan siswa pada
program-program pembelajaran yang berbeda, tingkatan tugas-tugas untuk siswa
yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing, bimbingan dan
penyuluhan, dan mengarahkan mereka pada studi lanjut. Keputusan tentang kurikulum
dan program sekolah, termasuk pengambilan keputusan tentang efektifitas program
ataupun langkah-langkah untuk meningkatkan kemampuan siswa dengan remidial
teaching. Kemudian, keputusan untuk kebijakan pendidikan menyangkut kebijakan
di tingkat sekolah, kabupaten, maupun nasional. Sehingga ketika pembahasan
tentang kompetensi untuk melakukan asesmen tentang siswa akan meliputi
bagaimana guru mengkoleksi semua informasi untuk membantu siswa dalam mencapai
target pembelajaran, sehingga teknik-teknik asesmen yang digunakan untuk
mengkoleksi informasi ini, baik teknik yang bersifat formal maupun non formal
dengan mengamati perilaku siswa dengan menggunakan paper and pencil test,
unjuk kerja siswa dalam menyelesaikan pekerjaan rumah, tugas-tugas di laboratorium
maupun keaktifan diskusi selama proses pembelajaran. Semua informasi tersebut
dianalisis sebagai laporan kemajuan siswa.
5.
Manfaat
Assesmen Pembelajaran
Adapun manfaat dari asesmen pembelajaran
adalah sebagai berikut:
1a. Memberi
penjelasan secara lengkap tentang target pembelajaran yang dapat dijelaskan;
sebelum pendidik melakukan asesmen terhadap siswanya terlebih dulu harus
mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan siswa, informasi yang dibutuhkan
tentang pengetahuan, keterampilan, dan performa siswa. Pengetahuan,
keterampilan dan performa siswa yang dibutuhkan dalam pembelajaran disebut
dengan target atau hasil pembelajaran.
b. Memilih
teknik asesmen untuk kebutuhan masing-masing siswa, bila mungkin guru dapat
menggunakan beberapa indikator keberhasilan untuk setiap taget pembelajaran;
masing masing target pembelajaran memerlukan pemilihan teknik asesmen yang
berbeda, misalnya untuk dapat melakukan asesmen kemampuan siswa dalam pemecahan
masalah dalam matematika tentu akan sangat berbeda dengan kemampuan membaca
atau mendengarkan, dan berbeda pula untuk pemecahan masalah IPS yang memerlukan
diskusi.
c. Memilih
teknik asesmen untuk setiap target pembelajaran, pemilihan teknik asesmen harus
didasarkan pada kebutuhan praktis di lapangan dan efisiensi. Teknik asesmen ini
harus dapat mengungkapkan kemampuan khusus serta untuk mengembangkan kemampuan
siswa, sehingga ketika memilih teknik asesmen harus pula dipertimbangkan
manfaatnya untuk umpan balik bagi siswa. Sebab itu, ketika melakukan
interpretasi dari hasil asesmen haruslah dengan cermat, dengan menghindari
berbagai keterbatasan yang bersumber dari subyektifitas pelaksana asesmen.
Dengan berlandaskan pada uraian di atas,
Anda dapat membuat suatu pemahaman yang lebih pasti tentang asesmen
pembelajaran yaitu:
1. Asesmen
merupakan bagian integral dari proses pembelajaran, sehingga tujuan asesmen
harus sejalan dengan tujuan pembelajaran; sebagai upaya utuk mengumpulkan
berbagai informasi dengan berbagai teknik; sebagai bahan pertimbangan penentuan
tingkat keberhasilan proses dan hasil pembelajaran oleh karenanya asesmen
hendaknya dilakukan dengan perencanaan yang cermat.
2. Asesmen
harus didasarkan pada tujuan pembelajaran secara utuh dan memiliki kepastian
kriteria keberhasilan, baik kriteria dari keberhasilan proses belajar yang
dilakukan siswa, ataupun kriteria keberhasilan dari kegiatan mengajar yang
dilakukan oleh pendidik, serta keberhasilan program pembelajaran secara
keseluruhan.
3. Untuk
memperoleh hasil asesmen yang maksimal yang dapat menggambarkan proses dan
hasil yang sesungguhnya, asesmen dilakukan sepanjang kegiatan pengajaran
ditujukan untuk memotivasi dan mengembangkan kegiatan belajar siswa, kemampuan
mengajar guru dan untuk kepentingan penyempurnaan program pengajaran.
4. Terkait
dengan evaluasi, asesmen pada dasarnya merupakan alat (the means) dan
bukan merupakan tujuan (the end), sehingga asesmen merupakan sarana yang
digunakan sebagai alat untuk melihat dan menganalisis apakah siswa telah
mencapai hasil belajar yang diharapkan serta untuk mengetahui apakah proses
pembelajaran telah sesuai dengan tujuan atau masih memerlukan pengembangan dan
perbaikan.
Dalam pelaksanaannya, asesmen
pembelajaran merupakan kegiatan yang berkaitan dengan mengukur dan menilai
aspek psikis yang berupa proses dan hasil belajar yang bersifat abstrak, karena
itu asesmen hendaknya dilakukan dengan cermat dan penuh perhitungan termasuk
memperhatikan berbagai keterbatasan sebagai berikut:
a. Untuk
pengukuran suatu konstruk, khususnya konstruk psikologis yang bersifat abstrak
tidak ada pendekatan tunggal yang dapat diberlakukan dan diterima secara
universal, termasuk dalam kegiatan asesmen yang bertujuan untuk mengukur proses
pembelajaran dan pemahaman siswa terhadap seperangkat materi yang
dipersyaratkan, maka dalam pelaksanaannya harus digunakan bermacam pendekatan
untuk tujuan yang berbeda-beda dan dilakukan dalam berbagai kesempatan
sepanjang rentang waktu berlangsungnya proses pembelajaran.
b. Pengukuran
aspek psikologis termasuk pengukuran proses dan hasil pembelajaran pada umumnya
dikembangkan berdasar atas sampel tingkah laku yang terbatas, sehingga untuk
dapat menjadi sumber informasi yang akurat, asesmen dilakukan dengan
perencanaan yang matang dan dilakukan dengan cermat, dengan memperhatikan
perolehan sampel yang memadai dari domain tingkah laku dalam pengembangan
prosedur dan alat ukur yang baik.
c. Perlu
dipahami bahwa hasil pengukuran dan nilai yang diperoleh dalam asesmen proses
dan hasil belajar mengandung kekeliruan. Angka yang diperoleh sebagai hasil pengukuran
(dengan menggunakan tes ataupun non-tes) berupa: Thrue score + Error,
untuk itu kegiatan pengukuran dalam prosedur asesmen yang baik harus
dipersiapkan sedemikian rupa sehingga dapat memperkecil kekeliruan (error).
Kesalahan dalam proses asesmen dapat bersumber dari alat ukur, dari gejala yang
diukur, maupun interpretasi terhadap hasil pengukuran tersebut.
d. Pendefinisian
suatu satuan yang menyangkut kualitas/kemampuan psikologis pada skala
pengukuran merupakan masalah yang cukup pelik, mengingat bahwa kenyataan hasil
belajar merupakan suatu kualitas pemahaman siswa terhadap materi, sedang dalam
pelaksanaan tes pengukuran hasil belajar, pengajar diharuskan memberikan
kuantitas yang berupa angka-angka pada kualitas dari suatu gejala yang bersifat
abstrak.
e. Konstruk
psikologis termasuk proses dan hasil pembelajaran tidak dapat didifinisikan
secara tunggal atau berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan dengan konstruk
yang lain. Dengan demikian dalam pelaksanaan evaluasi diperlukan adanya
kesungguhan dan kecermatan yang tinggi, sehingga berbagai
keterbatasan-keterbatasan tersebut dapat dikurangi.
C. KESIMPULAN
Assemen merupakan kegiatan untuk
mengungkapkan kualitas proses dan hasil pembelajaran. Banyak yang
mencampuradukkan pengertian antara evaluasi (evaluation), penilaian (assessment),
pengukuran (measurement), dan tes (test), padahal keempatnya
memiliki pengertian dan fungsi yang berbeda. Evaluasi adalah kegiatan
mengidentifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan
telah tercapai atau belum, berharga atau tidak, dan dapat pula untuk melihat
tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi berhubungan dengan keputusan nilai (value
judgement). Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara
dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh
mana hasil belajar siswa atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) siswa.
Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang
siswa. Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha
memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan dimana seorang siswa telah
mencapai karakteristik tertentu. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif
dan nilai kuantitatif. Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau
penentuan nilai kuantitatif tersebut. Tes adalah cara penilaian yang dirancang
dan dilaksanakan kepada siswa pada waktu dan tempat tertentu serta dalam
kondisi yang memenuhi
syarat-syarat
tertentu yang jelas.
D. DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S.
(2010). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta:
Bumi Aksara.
Purwanto.
(2002). Prinsip-prinsip Evaluasi
Pengajaran. Bandung: Rosda Karya.